Cute Tinkerbell 2pa07 - Kesehatan Mental - Fenomena Psikopat Pada Pelaku Homoseksual - Amalia Domas Pertiwi Susetya

2pa07 - Kesehatan Mental - Fenomena Psikopat Pada Pelaku Homoseksual


FENOMENA PSIKOPAT PADA 
PELAKU HOMOSEKSUAL
 
 Oleh :
Amalia Domas Pertiwi Susetya
10513755
2PA07
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015 



BAB I
 PENDAHULUAN

     Latar Belakang
 
Fenomena menghilangkan nyawa orang lain, bahkan darah daging sendiri, memang di luar nalar. Menilik faktor penyebab pelaku bisa bertindak kejam, pelaku terperangkap dalam situasi problema yang sulit diatasi hingga menimbulkan stres. Serentetan peristiwa pembunuhan ini tentu membuat kita miris. Nyawa manusia seperti tak ada lagi harganya. Kejadian ini mencerminkan masyarakat kita sedang didera sakit, baik sosial maupun moral. Ketika tak kuat lagi menghadapi persoalan pelik, akal sehat pun hilang.
Hal itu kemudian membuat perubahan dalam kehidupan masyarakat. Kondisi itu juga didukung perubahan nilai kehidupan di masyarakat hingga persoalan hukum yang lemah penegakkannya. Bahkan ada kecenderungan sebagian orang tidak lagi mengetahui mana yang benar dan salah untuk sebuah perilaku. Akibatnya orang akan menjadi egois dan berorientasi pada harta benda.
Maraknya kasus kekerasan terlihat pada catatan peristiwa sepanjang tahun 2013. Peristiwa pembunuhan di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada 2013 tercatat 74 kasus, meningkat 2 kasus dibanding tahun 2012. Sedangkan penganiayaan berat meningkat 9 persen dari 2.041 pada 2012, menjadi 2.234 kasus pada 2013.
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya.
Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam. Adapun faktor-faktor terjadinya pembunuhan yaitu karena sakit hati. Dapat berupa komentar, hinaan, ejekan, iseng, dan lain-lain, Faktor personal yaitu biologis (umur, jenis kelamin, keadaan mental, dan lain-lain) dan psikologis (agresivitas, kecerobohan, keterasingan), faktor situasional seperti situasi konflik dan faktor tempat dan waktu, faktor keinginan yaitu suatu kemampuan yang sangat kuat dan mendorong si pelaku untuk melakukan sebuah kejahatan, faktor lemahnya iman merupakan faktor yang sangat mendasar yang menyebabkan seseorang melakukan sebuah kejahatan.
Penulis akan membahas fenomena psikopat pada pelaku homosekusualitas. Saat seorang dari jombang mencincang korbannya dan membuangnya di sebuah tempat. Pelaku membunuh teman-temannya di halaman belakang rumahnya dan menguburnya diam-diam. Pelaku tenang saja, tak menutupi wajahnya ketika kamera televisi membidiknya. Pelaku mengaku tak tahu kenapa membunuh.
Psikopat adalah suatu gejala kelainan kepribadian yang sejak dahulu dianggap berbahaya dan mengganggu masyarakat. Berdasarkan penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia menghadapi psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran dari pada yang mendekam dipenjara atau di rumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan. Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20% dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangkan namun sebenarnya adalah orang yang membahayakan bagi masyarakat karena seorang psikopat dapat melakukan apa saja yang diinginkan dan yakin bahwa yang dilakukannya itu benar.
  Secara psikologis homoseksualitas adalah kelainan dari orientasi seksual dimana secara normal laki-laki akan menyenangi perempuan bukan ke sesama jenis. Ketidak normalan ini tentu dan pasti akan membawa ketidak normalan yang lainnya, biasanya mereka pencemas dan pencemas akan berwujud pada sikap posesif, agresif, pencemburu dan tumpulnya emosi dan ini terjadi pada kasus Ryan. Sangat mudah bagi dia melakukan pembunuhan bahkan mungkin suatu kepuasan tersendiri sebagai dampak dari ketidaknormalan dirinya yang mana bawah sadarnya tidak menerima keadaan homonya dan menimbulkan konflik batin sendiri yang berjalan cukup lama dan mendalam, ditambah mungkin olok-olok teman sekelas atau para tetangga sehingga semakin memperparah dendamnya kepada orang lain, hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa pembunuhan sangat mudah dilakukan oleh Ryan, disamping tentunya tumpulnya emosi. Tidak ada ngeri, tidak ada rasa menyesal, dan yang jelas sadis.

 
BAB II
LANDASAN TEORI


A.  Teori Psikoanalisis (Sigmund Freud)
     
Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsi unsur cermati (awareness) dalam setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sampai dengan tahun 1920, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur kesadaran itu. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi atau menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya. Enam elemen pendukung struktur kepribadian itu adalah sebagai berikut:
    a)  Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan dan ingatan) yang masuk kekesadaran (consciousness). Isi daerah sadar itu merupakan hasil proses penyaringan yang diatur oleh stimulus atau cue-eksternal. Isi-isi kesadaran itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan segera tertekan ke daerah perconscious atau unconscious, begitu orang memindah perhatiannya ke we yang lain.

b) Prasadar (Preconscious)
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan clan unconscious. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. Di sisi lain, isi-materi daerah taksadar dapat muncul ke daerah prasadar. Kalau sensor sadar menangkap bahaya yang bisa timbul akibat kemunculan materi tak sadar materi itu akan ditekan kembali ke ketidaksadaran. Materi taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.

c)  Tak Sadar (Unconscious)  
Tak sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah taksadar. Isi atau materi ketidaksadaran itu memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam mengatur tingkahlaku sangat kuat namun tetap tidak disadari.

Komponen Dinamik (Energi Psikis)
  
Semangat (atau arah) perkembangan ilmiah dan intelektual pada akhir abad ke-19 terpusat di sekitar kajian tentang energi, dan Freud menerapkan konsep energi tersebut terhadap perilaku manusia. Freud menyebut energi ini sebagai energi psikis (psychic energy atau energy yang mengoperasikan berbagai komponen sistem psikologis.
Freud berpendapat bahwa insting (instincts) atau dorongan-dorongan psikologis yang muncul tanpa dipelajari adalah sumber utama energi  psikis. Insting memiliki dua ciri khas yang sangat penting, yakni: ciri konservatif (pelestarian) dan ciri repetitif (perulangan). Maksudnya, insting selalu menggunakan sedikit mungkin jumlah energi yang di perlukan untuk melaksanakan aktivitas tertentu dan kemudian mengembalikan organisme kepada keadaannya yang semula, dan hal itu terjadi secara berulang-ulang. Dalam sistem Freud, insting bertindak sebagai perangsang pikiran mendorong individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Insting juga bisa dipandang sebagai gambaran psikologis dari proses biologis yang berlangsung.

Komponen Struktural
  
a)  Id
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unansdous, mewakili subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimuli yang memicu enerji untuk bekerja – timbul tegangan enerji – id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan din ke tingkat enerji yang rendah. Pleasure principle diproses dengan dua cara, tindak refleks (reflex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata – dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan, disebut pemenuhan hasrat (nosh fullment), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedaka benar-salah, tidak tahu moral. Jadi hanya dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.

b) Ego  
Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Prinsip realita itu dikerjakan melalui proses sekunder (secondary process), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian itu disebut uji realita melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah difikirkan secara realistik. Dari cara kerjanya dapat difahami sebagian besar daerah operasi ego berada di kesadaran, namun ada sebagian kecil ego beroperasi di daerah prasadar dan daerah tak sadar.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang mencapai kesempurnaan dan superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri akan memperoleh enegi dari Id.

c)  Superego   
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dan Ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).
Prinsip idealistik mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Super-ego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego ideal, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses mengembangkan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Struktur kepribadian id-ego-superego itu bukan bagian-bagian yang menjalankan kepribadian, tetapi itu adalah nama dalam sistem struktur dan proses psikologis yang mengikuti prinsip-prinsip tertentu. Biasanya sistem-sistem itu bekerja bersama sebagai team, di bawah arahan ego. Baru kalau timbul konflik diantara ketiga struktur itu, mungkin sekali muncul tingkah laku abnormal.
 
Komponen Sekuensial (Tahapan)

Bagian ketiga dan terakhir dari model Freud adalah komponen tahapan atau komponen sekuensial (sequential or stage component). Bagian ini menekankan pola atau gerak maju organisme melalui tahapan-tahapan perkembangan yang berbeda dan semakin lama semakin adaptif. Menurut Freud, pintu pertama menuju kematangan adalah tahapan perkembangan genital, dimana terbentuk hubungan yang berarti berlangsung terus menerus.
   
Teori Freud disebut Teori Psikoseksual   
 
Menurut Freud, para bayi terlahir dengan kemampuan untuk merasakan kenikmatan apabila terjadi kontak kulit, dan para bayi itu memiliki semacam ketegangan di permukaan kulit mereka yang perlu diredakan melalui kontak kulit secara langsung dengan orang lain. Freud menyerupakan kenikmatan ini dengan rangsangan seksual tetapi pada dasarnya hal ini berbeda secara kualitatif dari tipe rangsangan seksual yang dialami oleh orang dewasa karena kejadian yang dialami bayi ini lebih bersifat umum dan belum terdiferensiasi. Freud menyebut kemampuan untuk mengalami kenikmatan ini dan kebutuhan untuk meredakannya dengan nama seksualitas bayi, yang berbeda dari seksualitas orang dewasa.
Menurut Freud, kemunculan setiap tahapan psikoseksual dan sebagian bentuk perilaku yang terjadi di setiap tahapan dikendalikan oleh faktor-faktor genetik atau kematangan sedangkan isi tahapan-tahapan tersebut berbeda-beda bergantung pada kultur tempat terjadinya perkembangan. Sekali lagi ini memperlihatkan contoh mengenai pentingnya interaksi antara kekuatan keturunan dan kekuatan lingkungan bagi proses perkembangan.
Gejala yang timbul pada psikopat antara lain yaitu : Sering berbohong. Fasih dan dangkal, psikopat seringkali pandai melucu dan pintar bicara, seringkali pandai mengarang cerita yang membuat positif, dan bila ketahuan berbohong mereka tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu benar. Egosentris dan menganggap dirinya hebat, tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah. Meski kadang psikopat mengakui perbuatannya namun pelaku sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
Dalam kasus ini memakai teori psikoanalisa oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa merupakan salah satu aliran dalam Psikologi yang berpandangan bahwa manusia lahir telah membawa warisan (kecerdasan, libido sexual atau dorongan-dorongan perilaku yang berorientasi pada kesenangan) dari orang tua yang melahirkan, dari gagasannya ini psikoanalisa dapat digolongkan dalam aliran nativisme lawan dari empirisme yang beranggapan manusia lahir bagaikan kertas putih tanpa membawa warisan dari orang tua.
Aliran psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini berpendapat bahwa struktur kepribadian terdiri dari id (dorongan, nafsu, libido sexual), Ego (Diri), dan Superego (Nilai-nilai). Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. 


       B. Analisa Kasus
 
Berawal dari terungkapnya sebuah kasus mutilasi di Jakarta pada pertengahan Juli 2008, polisi menemukan hubungan dengan hilangnya 10 orang lain di Jombang. Very Idam Henyansyah alias Ryan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi atas kasus mutilasi yang menimpa Ir. Heri Santoso tersebut.
Ketika akan ditangkap dalam kasus pembunuhan dan mutilasi Heri Santoso, Ryan mengaku bernama Vincent. Setelah ditekan penyidik, barulah mengaku bernama Ryan. Belakangan diketahui, Vincent adalah salah satu korbannya yang dibunuh dan dikubur di Jombang. Korban lainnya yang dihabisi di Jombang adalah Ariel Somba Sitanggang, Guntur, dan Brandy yang warga negara Belanda.
Setelah kasus pembunuhan itu terbongkar, penyidik Satuan Kejahatan dengan Kekerasan Polda Metro Jaya yang berangkat ke Jawa Timur kebanjiran pesan pendek dan telepon dari warga. Mereka mengabari tentang orang hilang, bertanya, sampai menyemangati petugas.
Empat korban lainnya dibantai di rumah orang tua tersangka kemudian dikubur di belakang rumah. Pembantaian mengerikan itu dilakukan Ryan dalam 12 bulan terakhir ini. Di halaman belakang rumah orang tuanya itulah, polisi menemukan empat kerangka pria yang dikubur secara terpisah. Keempat korban ini dibunuh dengan cara dipukul pakai batu dan linggis. Pembunuhan dan penguburan korban dilakukan malam hari. Di lokasi itu, polisi menyita barang bukti, antara lain linggis, batu, dan tali.
Untuk menjaga hal yang tidak diinginkan, terutama adanya ada balas dendam, rumah tersangka dijaga ketat. Bahkan Detesement 88 Anti Teror Polda Jatim, diterjunkan. Kepada petugas, Ryan mengakui membunuh karena sakit hati. Namun, alasan pelaku dicurigai polisi sebagai alasan yang tidak masuk akal.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin, 06 April 2009, menjatuhkan hukuman mati bagi Very Idham Henyansyah alias Ryan bin Ahmad, karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan dengan mutilasi atas Hery Santoso.
Kasus diatas jika dikaitkan dengan teori psikoanalisa, menjadi sebuah kritik tersendiri terhadap teori tersebut. Saat melakukan pembunuhan, seorang psikopat tidak memikirkan tindakan tersebut apakah salah atau benar. Dimana tugas tersebut seharusnya menjadi tugas ego, yang mempertimbangkan sebuah tindakan itu benar atau tidak. Saat selesai melakukan pembunuhan atau kesalahan, seorang psikopat tidak memiliki rasa bersalah atau tertekan dan cenderung menganggap remeh sebuah kesalahan. Dalam hal ini peran superego tidak berjalan semestinya, tidak ada hukuman terhadap ego yang menjadi pelaksana, superego serasa tak mempunyai daya melawan kekuatan id untuk mempengaruhi ego. 



       Foto Rekontruksi Tersangka   

       
         
    
     
JOMBANG, 6/11 - REKONSTRUKSI RYAN. Tersangka kasus pembunuhan berantai Very Idam Henyansyah alias Ryan melakukan rekonstruksi ulang pembunuhan salah satu korban di Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Jombang, Jawa Timur, Kamis (6/11). Polda Jatim melakukan rekonstruksi ulang pembunuhan Ryan terhadap 11 korbannya untuk melengkapi berkas perkara sebelum dilimpahkan untuk persidangan. FOTO ANTARA/Arief Priyono/Koz/mes/08.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN 

       A. Kesimpulan     

    Secara psikologis homoseksualitas adalah kelainan dari orientasi seksual dimana secara normal laki-laki akan menyenangi perempuan bukan ke sesama jenis. Ketidak normalan ini tentu dan pasti akan membawa ketidak normalan yang lainnya, biasanya mereka pencemas dan pencemas akan berwujud pada sikap posesif, agresif, pencemburu dan tumpulnya emosi dan ini terjadi pada kasus Ryan. Sangat mudah untuk melakukan pembunuhan bahkan mungkin suatu kepuasan tersendiri sebagai dampak dari ketidak normalan dirinya yang mana bawah sadarnya tidak menerima keadaan homonya dan menimbulkan konflik batin sendiri yang berjalan cukup lama dan mendalam, ditambah mungkin olok-olok teman sekelas atau para tetangga sehingga semakin memperparah dendamnya kepada orang lain, hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa pembunuhan sangat mudah dilakukan oleh Ryan, disamping tentunya tumpulnya emosi. 
Dalam teori psikologi yang berhubungan adalah teori psikoanalisa Sigmund Freud. Hal ini peran superego tidak berjalan semestinya, tidak ada hukuman terhadap ego yang menjadi pelaksana, superego serasa tak mempunyai daya melawan kekuatan id untuk mempengaruhi ego. Lalu ada kesalahan pola asuh semasa kecil, karena kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman masa kanak-kanak awal, dan Energi seksual (libido) ada sejak lahir, yang kemudian berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada proses-proses naluriah organisme. Maka, diperlukan asuhan yang tepat untuk mencegah menjadi psikopat. 

        B. Saran  
           

Saran penulis pada kasus ini adalah pelaku yang sudah jelas terbukti melakukan pembunuhan harus di tindak pidana dengan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan undang-undang yang telah ditetapkan. Selain itu juga untuk orang tua agar pola asuh dimasa kecil lebih diperhatikan lagi seperti peduli terhadap perkembangan anak, lingkungan sekitar bisa mempengaruhi dengan bersikap positif guna untuk membentuk perilaku yang baik. 
 Terapi yang mungkin bisa dilakukan itu dengan cara orang tua ataupun orang terdekat harus lebih dekat dengan si anak, baik itu dengan cara memberi perhatian yang cukup, memberikan kasih sayang, mencoba untuk berbicara atau berkomunikasi dengan anak, karena dengan kasih sayang anak tersebut dapat menceritakan apa saja yang ada dalam pikirannya. Cobalah selalu memberi pengertian yang baik padanya tanpa harus menggunakan kekerasan. Apabila hal tersebut dilakukan secara terus menerus dapat meredam gejala psikopat yang dimiliki untuk tidak berlanjut ke tahap yang lebih parah.
  

DAFTAR PUSTAKA


Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories of Human Development. 

http://id.wikipedia.org/wiki/mutilasi



 
          




 

0 komentar:

Posting Komentar